Hari Keempat (28 Juni 2017)
Pagi sekitar jam 7 kami bangun dan segera mandi, lalu
siap-siap turun ke bawah untuk breakfast yang disediakan pihak hotel.
Breakfastnya di Maritime Restaurant, yang letaknya ada di lantai paling dasar
hotel. Saat masuk ke dalam, saya amati ruangannya cukup sempit, minimalis dan
agak gelap, kontras banget dengan lobby hotel dan façade-nya yang terang
benderang. Variasi menu breakfast di hotel ini jauh lebih sedikit dibanding
hotel sebelumnya, tapi masih tergolong lengkap. Disini ada juga sushi roll yang
dibuat persis seperti yang kita makan di restoran jepang, rasanya lumayan enak.
Gak ketinggalan miso soupnya juga ada.
Setelah breakfast selesai, kami semua berkumpul di lobby untuk naik van ke tujuan selanjutnya, Nong Nooch Tropical Garden. Karena ini adalah taman terbuka dan cuaca di Pattaya sangat panas, yang cewek-cewek sudah pakai sunblock dan bawa topi masing-masing.
Ini cafe terletak di Lobby Hotel A-One |
Perjalanan dari hotel ke Nong Nooch gak begitu jauh. Kita akhirnya sampai di sana dan beli tiket masuk di loket. Harga tiket masuknya sendiri saya gak inget berapa baht. Seperti arena hiburan pada umumnya, kita akan diberi sticker untuk ditempel di pakaian kita.
Just info aja, Nong Nooch ini dikenal sebagai salah satu
taman terindah di dunia dan sudah mendapatkan banyak penghargaan, jadi emang
wajib mampirkalau ke Pattaya. Setelah melewati pintu masuk, kami melihat banyak
patung aneka jenis burung yang ukurannya besar-besar. Gak hanya burung saja,
tapi ada patung gorila, kura-kura hingga semut yang diwarnai sehingga sangat
menarik sebagai teman foto (tentu saja kita foto-foto lagi). Ternyata disini
ada kandang burung yang bisa kita masuki. Di sana ada beberapa jenis burung
yang bebas berkeliaran, ada ayam juga. Tapi karena bau, kita akhirnya keluar
lagi dari sana.
Tujuan pertama kami di Nong Nooch adalah menyaksikan Thai
Cultural Show yang terkenal disini. Saat berjalan ke tempat show, kita lihat
ada sesi foto bareng harimau (lagi), tapi kali ini harimau dewasa yang dirantai
lehernya. Kakak saya awalnya mau foto bareng harimau itu, tapi kakak ipar saya
ngelarang dan dia bilang harimaunya gak tau jinak atau engga. Emang sih dari
jauh harimaunya kelihatan gak ramah, jadinya kita pergi dari sana.
Kemudian kita lewat taman yang bagus banget karena tersusun
dari beraneka jenis bunga yang beragam warnanya. Di taman itu ada banyak spot
foto yang menarik, seperti bangku taman dengan love di belakangnya hingga
patung-patung binatang (macan, singa, gorila dsb) yang jumlahnya sangat banyak.
Kita sempatin dulu foto-foto disini karena shownya belum mulai. Setelah puas
foto-foto baru kita lanjut jalan ke gedung show. Sesaat sebelum masuk, kami
lihat ada kandang gajah yang sudah dikerumuni orang-orang. Ternyata kita bisa
ambil foto bareng gajahnya, dengan dua pose andalan yaitu duduk di dua belalai
gajah yang bertautan dan dililit belalai gajah lalu diangkat. Kakak dan
keponakan saya foto lagi disini. Setelah selesai foto, badan mereka jadi bau
gajah dan cepat-cepat dilap pakai tisu basah hahaha. Pengambilan fotonya
dikenakan biaya lagi dan kita dapatnya versi hardcopy + frame-nya.
Pojok kiri bawah, gajah yang bisa diajak foto bareng |
Untuk masuk ke Thai Cultural Show, sepertinya kita harus
beli tiket lagi (saya gak ingat pastinya). Lalu kita akan digiring masuk ke
ruangan besar dan ber AC dan duduk menonton show yang ditampilkan. Seperti
namanya, sepanjang acara kita akan melihat tari-tarian khas Thailand, kisah sejarah
mereka, performance thai boxing, dll dan diakhiri adegan perang yang mana ada
gajah-gajah yang terlibat di dalamnya. Shownya bagus sih, tapi show-show ginian
sepertinya udah banyak di Thailand.
Menunggu performance mulai, sayang kita kursinya di samping banget |
Sesudah nonton Thai Cultural Show, kami jalan lagi untuk
menonton show selanjutnya yaitu Elephant Show. Setelah kami duduk di bangku
penonton, rombongan gajah keluar dengan manusia-manusia yang duduk di atasnya,
mengitari lapangan dan memberi salam ke kita. Sebelum mulai shownya, pengunjung
boleh foto bareng si gajah, dan jumlah penonton yang mau foto ternyata banyak
loh. Jumlah gajah yang tampil di show ini jauh lebih banyak dibandingkan di
Sriracha Tiger Zoo. Atraksi gajahnya mirip yang di Sriracha, ada adegan
memecahkan balon dan (hampir) menginjak relawan yang berbaring di lantai. Yang
agak beda disini, gajahnya bisa keluar dari arena dan menghampiri kita yang
duduk di bangku penonton. Biasanya ada yang jualan pisang mentah dan kita bisa
kasih makan gajahnya dengan pisang itu. Gak melulu hanya pisang, gajahnya juga
mau dikasih duit, biasanya langsung diambil pakai belalai dia dan dikasih ke
pawang yang duduk di punggungnya. Awalnya sih seru tapi lama-lama jadi too
much. Gajahnya udah gak mau dikasih pisang sama penonton, biasanya si gajah
akan ngeluarin teriakan khas gajah sambil nggoyangin kepalanya. Maunya cuma
uang, begitu dikasih selembaran hijau (20 baht = 8 ribu rupiah), langsung
diembat. Pas Mama saya nanya saya ada uang 20 baht atau engga, saya bilang ada
lalu buka dompet buat ambil uangnya. Ternyata Mama saya udah dapat tuh 20 baht,
dan saya mau masukkin lagi 20 baht saya ke dompet. Tiba-tiba itu belalai udah
nangkring aja persis di depan dompet, mau gak mau saya kasih uangnya. Jumlah penonton
yang ngasih uang pun lama-lama berkurang, karena gajahnya keliatan matre banget
hehehe. Penonton yang ngasih pisang ga digubris sama sekali sama tuh gajah.
Heran ya, padahal gajah kan hewan yang dihormati disini, tapi di show ini malah
dibikin mereka kayak butuh duit banget sampai nyodorin belalainya ke penonton.
Selesai dari show gajah, kita keluar dari arenanya dan
melihat ada banyak kios menjual aneka makanan, aksesoris, oleh-oleh, hingga
baju yang dilukis oleh gajah. Lukisan gajahnya lumayan bagus ya, tapi saya gak
tertarik beli hehehe. Kita malah beli gorengan (sejenis pisang goreng), ada
juga yang beli es krim durian.
Pisangnya sama-sama dibungkus pakai plastik, seperti di Indonesia |
Karena suasananya
udah ramai banget, kita ninggalin tempat itu dan menuju foodcourt. Sebenarnya
kita bisa beli tiket masuk yang dapat makanan juga, tapi kita gak beli yang
model begituan. Akhirnya kita beli makanan di foodcourt Nong Nooch, yang
bayarnya harus pakai kartu khas foodcourt yang bisa di top-up. Makanan yang
kami pesan seperti nasi goreng, nasi dengan tom yam, yah makanan khas Thailand
gitu. Rasanya standar, tapi lumayan buat mengganjal perut. Disini kita juga
cobain durian mereka yang besar-besar dan rasanya enak banget.
Sehabis makan siang, kakak pertama saya bilang udah cukup
mainnya di Nong Nooch karena shownya udah gak ada lagi, tapi yang lain protes
karena tamannya belum diputerin sama sekali. Akhirnya kakak saya dan keluarga
kecilnya memilih untuk stay di foodcourt aja sementara kami sisanya jalan-jalan
muterin taman. Emang sih saat itu cuacanya panas sekali, kasian
keponakan-keponakan yang masih kecil itu kalau diajak jalan-jalan panas-panas
begini.
Setelah berpisah dari mereka, kami sisanya langsung berjalan
ke taman yang ada patung-patung macannya dan mulai perjalanan kami dari sana.
Kita naik naik turun tangga, melewati jembatan-jembatan yang dibangun di
ketinggian, dari sini bisa melihat view yang bagus. Untung aja jembatannya ada
atap, jadi kita gak begitu kepanasan. Patung binatang yang kami temui semakin banyak dan menarik. Kita
juga melihat stupa-stupa yang warnanya putih keemasan terhampar di atas taman
yang bentuknya seperti labirin. Keren banget, kami sampai foto berkali-kali
disini.
Sampai akhirnya kita menuju ujung jembatan dan turun ke jalan. Disini
tempatnya dinosaur world, jadi ada banyak patung dinosaurus di sepanjang
jalanan. Patungnya bagus-bagus banget, tapi cuacanya luar biasa panas dan jalan
ke daerah sini benar-benar melelahkan. Baru kali ini saya merasakan yang
namanya terbakar di bawah sinar matahari. Muka kami merah-merah semua, tapi kami
tetap memaksakan untukberkeliling di dinosaur world untuk foto-foto bareng
patung dinosaurusnya. Cakep-cakep banget emang, gak sia-sia juga kita
capek-capek jalan jauh untuk melihat mereka.
Disini kita juga naik jembatan gantung yang cukup
menyeramkan, saya takut banget kalau jembatannya ini putus karena terus
bergoyang. Lalu kita ketemu lagi sama (segerombolan) patung macan putih, zebra,
burung hantu, kanguru, buaya dan masih banyak lagi. Tempat inilah yang disebut
animal world.
Mbek semua nih patung kalo malem |
Buayanya persis banget kayak aslinya |
Akhirnya karena udah gak kuat jalan lagi, kita nanya ke orang
disekitar sana minta tumpangan ke foodcourt sebelumnya. Kita malah dikasih tau
ada jalan pintas ke foodcourtnya dan emang bener, ternyata dekat. Begitu sampai
di foodcourt, kita langsung beli es kelapa dan minum sampai habis. Setelah
semuanya ngumpul dengan muka kemerahan dan badan penuh keringat, kita jalan ke
pintu exit dan menuju parkiran mobil. Tujuan kami selanjutnya adalah Pattaya
Floating Market.
Lokasi Pattaya Floating Market ini gak jauh dari Nong Nooch.
Dalam perjalanan kami dari hotel ke Nong Nooch, kita udah melewati Floating
Market. Jadi sekarang tinggal balik arah lagi. Dari jauh udah keliatan bangunan
floating market ini, bentuknya mirip kapal dan ada bendera beberapa negara yang
berkibar di sisi kapalnya. Saat mau masuk kita harus beli tiket dulu, tapi saya
gak inget berapa harga tiketnya (efek karena dibayarin semua, apa-apa gak
tahu). Sore sekitar jam 3, Floating Market ini udah dipenuhi turis.
Kita
langsung masuk ke dalam dan menemui deretan toko-toko makanan dan aksesoris. Di
sisi kiri setelah melewati entrance, kita lihat ada dermaga kecil dan ada ferry
yang baru berangkat dari sana. Mama saya mau coba naik kapalnya, jadi kita
langsung turun ke dermaganya. Bukannya ferry yang kita dapat, eh yang ada malah
kapal kayu (sampan). Kita bertujuh naik itu, dengan format tempat duduk
2-2-2-1-1 (1 paling belakang itu tukang dayungnya). Kakak saya, suami dan
anaknya (3 tahun) gak ikut naik. Mereka bawa stroller bayi, buat kalian yang
mau kesini sebaiknya ga usah bawa stroller/kursi roda kecuali sangat terpaksa
karena agak susah medannya. Namanya pasar pasti agak sempit ruang jalannya dan
karena ini floating market, ada banyak tangga untuk naik turun jembatan. Dengan
sampan yang masih didayung secara manual itu, kita diputerin ke seluruh
floating market, melihat aktivitas orang-orang disana. Ada pertunjukkan tinju
di atas air, orang yang memasak dan
berjualan di atas sampan, sampai kita berpapasan beberapa kali dengan perahu
lain yang memakai motor. Enaknya, mereka jadi lebih cepat karena digerakkan
motor. Air di sini keruh banget, gak kebayang kalau sampannya oleng dan kita
semua kecebur disana. Sebenarnya saya kurang suka naik sampan model begini,
apalagi tukang dayungnya sengaja bikin sampan kita goyang-goyang, mungkin dia
pikir kita kenapa pada diem-diem banget. Biar semarak jadi dibikin guncangan
supaya yang naik teriak-teriak. Untung saat itu cuacanya udah lebih bersahabat,
jadi kita gak kepanasan saat muter.
Setelah turun dari sampan, kita kasih tips
sedikit buat tukang dayungnya dan mulai berjalan menyusuri pasar. Oh iya, saat
masuk ke sini saya berulang kali membaca tulisan kalau Pattaya Floating Market
adalah top destination untuk turis. Toko-tokonya sebagian besar berjualan
pakaian, mainan, oleh-oleh (kita beli kacang-kacangan disini) dan tentunya
makanan. Yang kami beli kebanyakan makanannya, ada fried quail eggs (telur
puyuh goreng), bakwan dan mango sticky rice.
Hmm menggoda semua ya, yang kiri bawah itu rasanya enak, mirip bakwan |
30 Baht itu sekitar Rp 12.000 (1 Baht kurang lebih 400 rupiah) |
Disini juga ada gorengan serangga
dan kalajengking, kita cuma lihat dan gak berani beli. Saya pingin coba Thai
Rolled Ice Cream yang ada disana, tapi ngantrinya panjang dan bikinnya juga
lama, jadi batal nyobanya. Terus kita lanjut jalan lagi dan ketemu toko obat
yang lumayan besar. Disini Mama saya beli beberapa obat, dengan harga yang
lebih murah dibandingin yang kita temui di Pratunam kemarin. Toko obatnya
dijaga oleh transgender Thailand, yang emang cantik-cantik dan mirip wanita,
kecuali suaranya. Pegawai toko disini rata-rata bisa bahasa Mandarin loh, atau
paling engga bahasa Inggris.
Selesai beli obat dan semuanya udah ngumpul, kita
naik mobil buat nyari makan malam untuk keponakan. Akhirnya kita berhenti di
McDonalds dan semuanya sepakat untuk turun makan dulu disana sebelum ke acara
selanjutnya.
Menu McDonalds disini mirip-mirip sama yang di Indonesia, tapi
harganya agak mahal. Satu paket kentang, minum dan burger dihargai 200an baht
(80 ribu rupiah). Kalau di Indonesia harganya hanya 50ribuan. Untuk rasa, makanan di McDonalds udah
terjamin ya, cocok di lidah manusia dari berbagai bangsa dan benua. Di depan
McDonalds disini ada patung Ronald McDonalds, dan yang saya perhatikan,
turis-turis suka menyempatkan diri berfoto bareng patungnya sebelum masuk.
Sampai mikir sendiri, apa istimewanya ya? Hehehe
Sehabis makan, kita naik mobil lagi ke venue Alcazar Cabaret
Show yang letaknya ternyata di seberang McDonalds. Kita udah pesan tiket
masuknya, belinya yang VIP jadi duduknya agak di depan. Setau saya, tiket VIP
dan tiket biasa beda harganya sedikit, jadi kita dibeliin yang VIP saja. Gedung
shownya cukup mewah dan bagus. Disini kita boleh merekam show saat berlangsung.
Patung di depan entrance gate |
Menunggu show dimulai |
Awalnya kita disuguhi tarian pembukaan yang bikin kita semua terkagum-kagum,
karena transgender yang tampil benar-benar mirip wanita (meski gak semuanya)
dan pakaian yang mereka kenakan bagus-bagus. Jadi di Alcazar Show ini
transgendernya akan menari-nari sambil menyanyi di atas panggung (nyanyinya sih
lipsync). Tema lagu dan tariannya beda-beda, berasal dari kebudayaan berbagai negara
di dunia. Nyanyian bahasa Indonesia juga ada disana loh. Yang bikin kita ketawa
itu saat ada transgender gemuk berapakaian ala chinese menyanyi lagu sio bak
cang, gayanya genit banget dan dia turun ngajak satu relawan dari penonton
untuk ikut pentas bareng di panggung. Untungnya relawannya kooperatif, sampai
dicium mendadak sama transgendernya pun dia ketawa-ketawa aja. Lalu ada lagi
lagu modern “Focus”-nya Ariana Grande, yang dibawakan transgender yang memakai
bando telinga kucing khas Ariana. Yang ini lumayan heboh karena Ariana
jadi-jadian itu turun ke area penonton dan nyalamin satu-satu. Gak semua yang
tampil itu transgender, ada cowok aslinya juga.
Selesai shownya, semua pemain
tampil di atas panggung untuk mengucapkan terimakasih. Kita pun keluar dari
sana dan di halaman gedungnya, transgendernya udah berjejer, nungguin siapa
yang mau ngajak mereka foto. Untuk foto sama mereka, bayar 40 baht (16 ribu
rupiah) per orang. Jadi misalkan satu foto ada tiga orang yang kejepret,
bayarnya 120 baht. Ladyboys-nya ramah-ramah dan murah senyum. Saat mau difoto bahkan
mereka yang nentuin kita foto dari arah mana, biar pencahayaannya maksimal dan
hasilnya bagus. Gak diburu-buru deh saat pengambilan foto. Giliran kita salah
ngitung pas mau bayar, baru deh judesnya keluar. Kita mikirnya waktu itu satu
jepret foto, berapapun jumlah orang yang ikut kefoto, bayarnya cuma 40 baht.
Ternyata salah besar. Yang paling favorit diantara ladyboynya ya si Ariana
jadi-jadian itu. Yang ngantri mau foto bareng dia lumayan banyak. Dari jauh
cantik, tapi kalau dilihat dari dekat agak aneh mukanya, apalagi kalau nyengir.
Kakak saya bilang ladyboynya gak begitu suka kalau foto bareng anak-anak,
apalagi keponakan-keponakan saya yang nekat sampai nyium ladyboynya hahaha.
Kakak saya juga bilang kalau sekarang ladyboy-ladyboy disini kurang laku diajak
foto, beda kayak 10 tahun yang lalu dimana orang-orang harus ngantri kalau mau
foto bareng mereka. Emang bener sih, kemarin yang saya lihat, ladyboys itu yang
manggil-manggil kita buat foto bareng mereka.
Selesai foto-foto dan melihat insiden perempuan-perempuan di
keluarga kami yang ngomel-ngomel melihat foto mereka yang terlihat lebih
pendek, lebih jelek, lebih blablabla dibanding si ladyboy, akhirnya kita balik
lagi ke hotel untuk mandi dan istirahat. Kami masih ada setengah hari lagi di
Pattaya.
Ini dia yang judes soal salah itung duit itu..liat di tangan kanannya udah megang segepok baht |
Pagi ini kami harus check out dari hotel, sehingga kami
bangun lebih awal, mandi dan siap-siap untuk sarapan di bawah. Menunya masih sama seperti hari kemarin,
hanya cara masak untuk beberapa jenis makanan dibedakan, misalnya kalau kemarin
kentangnya wedges, hari ini mashed potatoes. Sarapan kali ini menghabiskan
waktu yang cukup lama, sampai-sampai kami “diusir” sama pelayannya karena udah
mau jam 10 (jam 10 breakfastnya udah selesai). Hari ini juga, paket data yang
dibeli kakak saya (yang berlaku 7 hari itu) sudah habis sehingga mereka ke
Family Mart terdekat untuk beli paket data lagi. Efek tethering kali ya. Selesai
sarapan dan menurunkan koper, kami menunggu di lobby sementara kakak saya
mengurus proses check-out. Disini kami ketemu sekeluarga wisatawan Indonesia
dari Pekanbaru yang juga menginap di hotel yang sama. Setelah berbincang-bincang
sebentar, kami dikasih tau resepsionis hotel kalau ada barang ketinggalan di
kamar. Setelah dicek ternyata yang ketinggalan itu kaos dalam keponakan saya
yang warnanya putih, mirip sama warna seprei & bedcover jadi gak kelihatan pas
keselip disana hahaha.
Setelah memasukkan semua koper ke mobil, kita langsut cabut
ke Laser Buddha yang lokasinya masih di sekitaran Pattaya. Jadi Laser Buddha
ini adalah gambaran Buddha yang dibuat dengan teknologi laser di permukaan
sebongkah batu raksasa. Tiket masuk ke tempat ini gratis. Di sekitar tempat
masuknya banyak toko oleh-oleh dan makanan. Saat kita jalan masuk ke gerbang
kompleks, ada orang yang jepret-jepret diri kita yang sedang berjalan.
Kebanyakan orang-orang datang ke sini hanya untuk foto-foto saja. Ada petunjuk
lokasi dimana kita bisa mendapatkan foto dengan hasil terbaik (gambar sang Buddha
kelihatan semua). Disini juga ada teleskop ukuran besar, yang bisa kita pakai
untuk meneropongi sang Buddha dari jauh. Ada kotak sumbangan, seperti biasa
seikhlasnya.
Ada yang ngejual eskrim di dekat Laser Buddha, ini kayaknya terkenal |
Disini waktu yang kita habiskan gak lebih dari 20 menit. Selesai
foto-foto, kita jalan keluar lagi dan disana udah berjejer foto kita yang
dijepret pas masuk tadi. Fotonya udah dibingkai dan jelek-jelek banget hasilnya
karena benar-benar candid. Tapi akhirnya kita ambil juga beberapa foto yang
paling lumayan, bayar lagi tentunya.
Selesai dari Laser Buddha, tujuan berikutnya adalah
Silverlake Vineyard yang lokasinya dekat banget dengan Laser Buddha, mungkin
bisa ditempuh dengan jalan kaki saja. Silverlake didirikan oleh artis Thailand Supansa
Nuangpirom di tahun 2002 dan sudah menjadi obyek wisata terkenal di Pattaya
sejak saat itu. Konsepnya ya kebun anggur gitu, ada taman yang cantik,
restaurant dan bangunan bergaya eropa tempat menjual produk anggur (seperti
wine, jelly dan selai). Ada penginapan juga disini katanya, tapi kita gak
lihat. Tiket masuknya gratis.
Saat kita datang, tempat ini agak sepi. Tujuan awal
kita ke sini hanya untuk lihat-lihat saja dan foto-foto. Tamannya bagus-bangus,
hanya agak aneh aja saat kita mau melangkah pada tempatnya (jalan setapak maksudnya),
tapi malah harus basah-basahan kena water sprinkler yang menyala. Padahal di
kanan kirinya ada rerumputan hijau yang tertulis dilarang menginjak. Apa kita
kelamaan ya duduk duduk disana dan ngambil fotonya? Makanya diusir secara halus
dengan menyabotase water sprinklernya? Hahaha. Nilai yang dijual dari tempat ini terletak
pada suasananya yang mirip di Eropa dan winery-nya yang katanya terkenal. Selesai
dari Silverlake Vineyard, kami akan balik lagi ke Bangkok. Kita segera menuju
van untuk memulai perjalanan ke sana sekitar jam 12.30.
Di tengah perjalanan ke pusat kota Bangkok, kita berhenti di
sejenis gedung yang awalnya saya kira rest area. Entah bener rest area atau
bukan, kita menemukan satu sentra oleh-oleh yang cukup besar, dan disana dijual
berbagai macam produk snack Thailand seperti Thai Rice Crackers, dodol durian,
milktea sachet, Bangkok Banana dan masih banyak lagi. Kita akhirnya belanja
oleh-oleh cukup banyak di tempat ini. Sayang kita gak beli Bangkok Banana (ada
3 rasa, cokelat, original dan mango) karena tahannya gak lama. Karena kita
belanja lebih dari 2.000 baht, dapat kupon untuk pengepakkan dalam dus di luar
gedung. Saat kita taro dus oleh-olehnya ke dalam mobil, supir kami sampai
shocked karena kita beli cukup banyak dan dia gak yakin mobilnya bisa muat atau
tidak. Sehabis beli oleh-oleh, kami ke tempat sebelahnya untuk makan siang, tempat
sejenis foodcourt gitu. Saya dan adik pesan nasi dengan cumi yang dimasak manis
pedas. Porsinya besar tapi rasanya kurang enak. Karena kami gak sanggup
habisinnya, kita tinggalin aja dan masuk mobil untuk jalan lagi ke Bangkok.
Bangkok Banana, rasanya persis sama seperti Tokyo Banana. Kalau di 7-eleven, harganya sekitar 12 baht/pc |
Ini rasanya ajaib banget |
Nama tempat ini saya gak inget, tapi tempatnya cukup besar dan banyak mobil
turis yang berhenti juga disini. Oh iya, yang cukup mengejutkan hampir semua
pelayan di tempat ini bisa ngomong bahasa Indonesia dan levelnya bukan yang
sederhana banget, tapi lumayan di atasnya. Jadi mudah kalau mau belanja karena
kita gak bisa baca aksara Thailand. Disini juga ada jual kopi durian yang kata
kakak saya enak banget.
Di dalam mobil, kami lanjut berdiskusi mau ke mana lagi
setelah ini. Keinginan kakak saya sih bisa ke tempat-tempat menarik dengan rute
yang efektif, jadi gak perlu makan waktu lama di jalan, tau sendiri Bangkok itu
macetnya juga lumayan parah. Akhirnya setelah berdiskusi dengan supir dan
mencari info di internet, kami memutuskan untuk ke ChocolateVille karena searah
dan bentar lagi jam buka mereka. Saat kami sampai, sudah banyak rombongan turis
yang ada disana. Chocolate Ville ini sebenarnya tempat makan ya, tapi yang
membedakannya yaitu tempat ini punya desain yang sangat bagus dengan arsitektur
khas eropa, patung-patung binatang/karakter yang lucu dan ruang makannya yang
open space.
Sewaktu kami masuk ke dalam, restorannya belum buka karena jam buka
mereka itu pukul 4 sore. Kita jalan-jalan dulu ke sana sini, menikmati atmosfir
disana yang memang dibangun sedemikian rupa menyerupai suasana di benua biru.
Bangunan dan ikon-ikon disana sangat instagrammable banget, jadi ga heran
sepanjang titik yang kita lihat itu orang-orang yang terus berfoto. Toilet
disini bersih, bagus dan dingin banget, tapi sepinya itu (karena belum ramai)
bikin kakak saya merinding.
Buat yang suka selfi dan suka tempat-tempat berciri
khas negeri dongeng, harus sempetin ke Chocolate Ville karena masuknya juga
gratis. Yang bikin frustrasi adalah, saking banyaknya orang, untuk foto kita
harus ngantri dulu dan untuk dapat foto dengan hasil yang bagus (tanpa
background lautan manusia), butuh waktu yang cukup lama. Apalagi pas nungguin rombongan
ABG-ABG foto, pingin ngamuk rasanya. Disini
juga ada bangunan seperti mercusuar yang bisa kita daki untuk melihat Chocolate
Ville dari ketinggian, tapi kita gak coba naik karena ramai.
Setelah puas ngiteri
seluruh spot, kita balik lagi ke kakak saya dan cobain makanan yang dipesan dia.
Ada mango panna cotta, fish and chips, kepiting entah dimasak apa, iga babi, salmon
spaghetti dll. Rasanya standar banget, sementara
harganya saya kurang update. Yang paling mengecewakan itu salmon spaghettinya
karena baru satu suap saja, kakak saya udah gak mau makan lagi karena ada bau
gak jelas dari sana.
Selesai bayar, kita menuju pintu exit dan jalan lagi ke parkiran.
Kata orang-orang, Chocolate Ville ini paling bagus dikunjungi saat menjelang
malam (jam 6 sorean) karena viewnya jauh lebih keren. Lampu-lampunya udah
menyala tapi pencahayaan matahari belum sepenuhnya sirna. Menurut saya ini
tempat yang layak kalian datangi kalau ke Bangkok.
Di dalam mobil, kakak saya sebenarnya udah mau ngajak ke
hotel buat check-in. Tapi pas dia liat muka kita masih seger-seger (ya iyalah
seharian cuma ke tempat wisata khusus foto-foto aja), akhirnya dia bilang kita
ke Asiatique aja biar besok-besok gak usah balik lagi kesana. Kalau ada yang
nanya kenapa kakak saya nentuin apa-apa saja yang kita lakukan di perjalanan
ini, karena memang dia yang ngajak, dia udah pernah kesini dan sebagian
biayanya (untuk kita semua) dia yang nanggung. Yang paling penting sih karena
dia punya dua anak yang masih berusia 3 dan 5 tahun jadi perjalanan ini jangan dibuat
sampai terlalu melelahkan untuk mereka. Balik lagi ke Asiatique, Asiatique ini
adalah sejenis mall terbuka yang letaknya ada di samping sungai Chao Phraya. Di
sepanjang jalan mau ke mall (masih di dalam mobil), saya melihat banyak sekali
pedagang kaki lima seperti halnya di Jakarta.
Begitu sampai, kami langsung
menuju lokasi parkir dan turun menyeberang jalan untuk masuk ke mall. Saat itu
keponakan saya sempat muntah, tapi untunglah dia gak lemes dan masih bisa jalan
bareng kita. Karena Asiatique ini mall terbuka, hati-hati aja kalau jalan
jangan sampai kejatuhan feses burung, soalnya saya hampir aja kena. Di mall ini
kita hanya jalan-jalan, masuk keluar toko, window shopping gitulah. Ada satu
tempat yang baru pertama kali saya lihat di Bangkok, Tao Kae Noi Land, dan saat
itu ramainya bukan main. Tao Kae Noi ini merek snack rumput laut yang udah
terkenal banget di Thailand dan sekitarnya, termasuk Indonesia. Di Asiatique juga
ada mainan yang biasa kita temukan di pasar malam, seperti carousel. Kita jalan
lebih jauh lagi ke belakang, ke dermaganya, tempat melihat langsung sungai Chao
Phraya. Tempat ini viewnya bagus dan banyak orang yang jepret-jepret disini. Di
dermaganya saya ada lihat kapal bertuliskan Free Shuttle Boat, berarti ada moda
transportasi gratis ke Asiatique. Tidak hanya toko-toko saja, di dalam mallnya
juga ada pertunjukkan orang nyanyi, nari, moving statues dan macam-macam lagi.
Saya beli camilan sejenis es krim karena lapar. Awalnya saya kira itu beneran
es krim (pakai susu) ternyata bukan, itu pisang yang dibekuin terus dicelup ke
cokelat dan ditaburi kacang-kacangan. Pisangnya keras dan gak manis, kurang
enak intinya, jauh dari ekspektasi, padahal dari bannernya lumayan menarik dan
yang ngantri banyak.
Boneka owl ini gampang banget ditemuin di seluruh penjuru Bangkok. Kenapa owl ya? Bukannya gajah itu maskotnya Thailand |
Lalu kita jalan keluar dari mall, menyeberangi jalan dan
nyari makan di street vendors dekat sana. Alasan gak makan di mall karena kita
bingung mau cobain yang mana dan emang dari kemarin belum sempat makan makanan
pinggir jalan di Bangkok.
Tenda-tenda makanan yang kami temui gak banyak dan akhirnya
kita berlabuh makan pad thai pinggir jalan. Pad thai disini dibungkus telor
dadar dan kwetiaunya berasa manis asam
gitu, lumayan enak. Selesai makan dan bayar (murah meriah pastinya), kita
lanjut jalan dan ketemu tenda makanan (tusuk-tusukan) bakar. Kita beli sosis
dan bakso bakar yang dicampur saos khas Thailand yang rasanya asem-manis-pedas
gitu. Enak-enak tapi agak kepedesan.
Disana juga ada gerobak buah tapi kita
udah gak beli buah-buah macam gitu. Rasa manisnya agak aneh, Mama saya takut
kalau itu udah disuntik/direndam air gula. Lalu kita jalan balik ke mall, ke
KFC, ketemu keluarga kakak saya yang
lagi ngasih makan anak-anaknya disana. Saya sempet cobain sepotong chicken dunk di KFC, rasanya ternyata juga
asem-asem khas Thai food. Selesai makan, kita lanjut keliling lagi sebentar
sebelum pulang. Keponakan saya akhirnya pada beli mainan, sementara kami beli
dried fruits untuk oleh-oleh. Hasrat belanjanya ditahan, buat nanti di Platinum
dan Chatuchak. Kita keluar dari mall, dengan rasa lelah dan ngantuk. Agenda
selanjutnya untuk hari ini adalah ke hotel terakhir kami di Bangkok, Novotel on
Siam Square.
Kisah perjalanan selanjutnya diposting pada entry berikutnya
ya.
bagus bagus sekali lokasi nya
BalasHapusElever Media Indonesia