Hari Pertama (25 Juni 2017)
Kemarin tanggal 25 Juni 2017, saya dan keluarga terbang ke
Bangkok (Thailand) untuk libur lebaran tahun 2017. Kami terbang dengan pesawat
Garuda Indonesia, yang tiket pesawatnya udah dibeli sekitar bulan Januari lalu.
Harga tiket pulang pergi Jakarta – Bangkok sekitar 5,6 juta, karena hari
keberangkatan masuk periode blackout, jadi harga tiketnya agak mahal. Tapi
syukurlah kita masih bisa dapat tiket seharga segitu, karena saat di pesawat,
teman sebangku kita bilang dia beli tiketnya 10 juta PP untuk tanggal
keberangkatan yang sama dengan kami (dia pulangnya kapan kita gak tau).
Pesawat kami GA 864 dijadwalkan terbang dari Bandara Soetta
Terminal 3 jam 16.25, namun ada delay selama 1 jam sehingga jam tiba kami di
Suvarnabhumi Airport menjadi jam 9 malam.
Begitu sampai dan melewati imigrasi,
beberapa dari kami ada yang membeli paket data untuk internetan di Thailand
seharga 300 baht (120 ribu/untuk 7 hari). Kiosk-kiosk layanan internet ini mudah
ditemukan di dalam bandara. Setelah membeli paket data, kakak saya menghubungi Uncle
Saman (entah ejaannya bener atau tidak) yang akan mempick-up kami semua di
bandara.
Suvarnabhumi Airport BKK |
Gak lama kemudian dia datang membawa mobil van yang cukup untuk
rombongan kami (10 orang) beserta koper-kopernya. Selama di Thailand, kakak saya
menyewa van untuk membawa kami jalan-jalan sepanjang hari. Biaya sewanya
sendiri saya kurang tau berapa baht per hari, yang pasti ada overtime dan itu
dihitungnya per jam. Mobil van ini langsung membawa kami ke The Berkeley Hotel
Pratunam.
The Berkeley Hotel Pratunam ini adalah hotel pertama kami di
Thailand. Alasan memilih hotel ini adalah karena lokasinya yang strategis di
dekat mall dan banyak pedagang kaki lima yang biasanya berjualan hingga larut
malam.
Dekat dengan Palladium Mall |
Check-In, harus nunjukkin semua paspor tamu |
Begitu sampai di hotel, kami langsung check-in dan menuju ke kamar kami
yang bertipe Family Room. Saya bersama mama, kakak dan adik tidur di satu kamar
yang luas, dengan ranjang double bed yang jumlahnya ada 2. Kamar mandinya cukup
luas, ada bathtub dan shower yang berfungsi baik. Meskipun hotelnya nampak tua,
tapi kesan mewahnya masih ada.
Dengar-dengar, di hotel ini ada lantai/ruangan
yang ada hantunya. Syukurlah selama kami menginap disini, belum pernah menemui
hal-hal begituan. Sesuai apa yang pernah diajarkan kepada saya dulu, sebaiknya
saat masuk kamar hotel ucapkan permisi, flush kloset, nyalakan semua lampu dan
jangan meletakkan sandal/sepatu dalam posisi rapi (biarkan berantakan saja
maksudnya). Dilihat dari luar saja, hotel Berkeley ini masuk akal kok kalau
dibilang ada penunggunya, karena emang terlihat jadul pisan. Tapi untungnya
kami bisa tidur nyaman selama stay disini.
Selesai berberes dan mengecek kondisi kamar hotel, kami
memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke luar. Di luar hotel masih banyak
pedagang yang menjajakan dagangannya
padahal sudah larut malam. Adik kakak ipar saya akhirnya membeli
sepasang sandal disana. Setelah itu kita jalan ke 7 eleven yang berada sangat
dekat dengan hotel. FYI, 7 eleven di Bangkok jumlahnya sangat banyak, mungkin
bisa diibaratkan seperti Indomaret/Alfamart di Indonesia. Disini gak hanya dijual barang-barang
kebutuhan sehari-hari saja, tapi juga ada makanan siap saji. Karena lapar, saya
beli beberapa makanan seperti es krim Kit Kat (di Indo belum pernah lihat),
Sosis Pork, Sandwich Sosis dan Nasi Babi yang dimasak dengan bumbu Thai.
Semuanya dipanasin langsung oleh staf 7
eleven di microwave mereka (kecuali es krim) dan diserahkan ke kita lengkap
dengan alat makannya juga. Hati-hati untuk yang non muslim karena makanan di
sini kebanyakan menggunakan pork (daging babi) dan tulisan di kemasannya masih
pakai aksara Thai, jadi susah kalau gak bisa baca. Buat mastiin, sebaiknya
tanya ke staf disana ini pork atau chicken.
Semua udah mateng, tinggal masuk mulut saja |
Semua makanannya kita bawa pulang ke hotel untuk dimakan bareng-bareng. Untuk rasa, enak-enak tapi yang paling saya suka itu sandwich-nya. Harganya juga terjangkau. Sayang struknya tertulis aksara Thai semua sehingga saya gak bisa baca sama sekali. Yang saya tahu, harga satu botol air minum merk Nestle 1.5 L yaitu 14 baht (sekitar Rp 5.600). Gak beda jauh dengan di Indonesia.
Hari Kedua (26 Juni 2017)
Pagi-pagi setelah bangun tidur, kami bersiap siap untuk
sarapan di hotel. Untuk family room, satu kamar mendapatkan 3 kupon breakfast
per hari, yang mana kuponnya diberikan pihak hotel saat kita check-in. Satu hal
yang saya suka dari hotel ini, meskipun bintangnya hanya 4, tapi dekorasi
hotelnya cukup mewah hingga ke dining roomnya. Menu sarapan di hotel ini banyak
variasinya dan rasanya juga enak. Makanan yang mengandung babi/pork biasanya
dipisahkan di meja tersendiri dan ada keterangan bahasa Inggrisnya. Juicenya
lengkap, ada bubur dan makanan prasmanan khas Chinese. Ruang makannya juga
bersih. Intinya untuk sarapan, belum ada complain untuk hotel Berkeley.
Breakfast menggila, ada pork meatball dan roti goreng |
Di lorong ini saya ketemu artis Femmy Permatasari |
Setelah makan pagi, kami dijemput oleh mobil van dan dibawa
ke Grand Palace. Ternyata di pagi hari saja jalanan di Bangkok sudah macet,
yang mana menurut saya macetnya disebabkan karena banyaknya lampu merah. Grand
Palace merupakan salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi di Thailand.
Dulunya tempat ini merupakan tempat tinggal raja, namun sekarang difungsikan
untuk tempat upacara kerajaan. Biaya masuknya 500 Baht per orang (200 ribu).
Untuk masuk ke dalam, kita akan melewati screening yang berlapis lapis. Intinya
saat mau masuk ke dalam, jangan memakai pakaian yang agak terbuka. Beberapa anggota
keluarga saya ada yang tertahan saat ingin masuk karena mereka pakai pakaian
yang kurang pantas seperti ripped jeans, baju yang bahunya terbuka, sandal
hingga rok yang dianggap kependekan. Untung saja mereka udah siapin selendang
di tas masing-masing, untuk mengantisipasi hal ini. Akhirnya kami semua
berhasil masuk ke dalam.
Di Grand Palace ini, kakak saya, suaminya dan kedua anaknya
gak ikut masuk karena mereka sudah pernah kesini. Mereka akhirnya nongkrong di
toko eskrim di dekat Grand Palace. Di bagian luar Grand Palace memang banyak
toko-toko seperti toko minuman, restaurant, oleh-oleh dan lain sebagainya. Kami
berenam akhirnya masuk ke dalam kompleks istana dan foto-foto disana. Untung
saja saat itu cuaca sedikit mendung sehingga kami bisa jalan-jalan agak lama di
luar, karena biasanya Bangkok terkenal panas sekali. Jumlah turis yang datang
ke Grand Palace ini sangat banyak, terutama yang sering saya lihat itu turis
China dan Korea. Mau foto-foto aja harus tunggu-tungguan, karena spot yang bagus
biasanya banyak orang yang ngantri. Susahnya lagi, biasanya turis China lama
kalau ngambil foto (agak egois) dan mereka juga gak terlalu paham bahasa
Inggris, sehingga kadang terjadi gesekan disini hehehe.
Tuk Tuk, kendaraan khas kota Bangkok |
Untuk orang awam seperti kami, Grand Palace ini ya tempat
foto-foto aja. Tapi sebenarnya banyak keterangan di temple/patung, buat yang
mau tau sejarahnya bisa baca. Di beberapa tempat kita juga diharuskan melepas
alas kaki untuk masuk melihat ke dalam bangunan. Selesai dari Grand Palace,
kita keluar dan beli beberapa minuman dan buah-buahan. Kemudian kita diantar
supir ke Tha Maharaj, sejenis mall di Bangkok untuk makan siang.
Banyak kedai-kedai beginian di Tha Maharaj |
Untuk makan siangnya, kakak saya pilih Savoey Restaurant
yang letaknya ada di lantai 2 Tha Maharaj. Makanan yang disediakan disini
adalah masakan Thailand. Restaurannya bagus, dekorasinya cukup modern dan
pelayanannya juga baik. Disini kami memesan Pineapple Fried Rice, Tom yum,
Shrimp Cake, Som Tum dan dsb. Makanannya enak-enak dan porsinya juga lumayan
besar. Total kami habis sekitar 2.000an Baht disini.
Selesai makan siang, kami meluncur lagi ke Wat Pho,yang jaraknya dekat dengan Tha Maharaj. Wat Pho ini
dikenal juga dengan Temple of Reclining Buddha dan merupakan top tourist
attraction di Bangkok. Tiket masuknya sekitar 100 Baht (40 ribu rupiah) per
orang. Lagi-lagi kakak saya dan keluarganya memutuskan untuk tidak masuk dan
menunggu di luar kompleks. Di Wat Pho ada tempat sembahyang, jadi buat pemeluk
agama Buddha bisa sembahyang juga disini. Di kompleks ini banyak stupa-stupa
yang bentuknya cantik-cantik sekali, lagi-lagi cocok buat tempat foto. Main
attraction di Wat Pho adalah reclining Buddha atau Buddha yang sedang
berbaring. Untuk masuk ke dalamnya, kita harus melepas alas kaki dan disediakan
plastic untuk membungkus alas kaki kita dan dibawa sendiri sampai keluar
bangunan. Disini untuk mendapat foto yang pas dimana wajah patung Buddha
terlihat, kita harus mengantri lagi. Keluar dari bangunan yang ada patung
Buddhanya, kita muterin lagi komples Wat Pho yang luas. Oh iya, kita dapat satu
botol air mineral gratis yang bisa diambil dengan menukarkan sobekan tiket
masuk di counter air mineral.
Wat Pho selesai, tujuan berikutnya adalah Wat Arun. Dari Wat
Pho, kami berjalan ke dermaga penyeberangan terdekat untuk naik ferry
menyeberangi sungai Chao Phraya dan turun di dekat Wat Arun. Tiket ferrynya
seingat saya gak sampai 10 baht per orang. Sesudah turun di dermaga dekat Wat
Arun, kita jalan lagi untuk masuk ke kompleks candi. Di kompleks Wat Arun ini
ada banyak taman yang cantik-cantik. Kita gak masuk ke dalam Wat Arunnya karena
selain sedang dipugar (sepertinya), seharian ini kami sudah cukup banyak
melihat temple sehingga gak interested lagi (selain karena factor cuaca yang
sudah panas sekali). Tiket masuk ke dalam Wat Arun yaitu 50 Baht per orang (20
ribu rupiah). Meski hanya memandang dari
luar, harus saya akui, temple di Thailand keren-keren sekali, unik dan sangat
detail dibuatnya. Di Wat Arun ini kita
juga bisa beli lonceng yang entah ditulis apa, kemudian di gantung di dekat
pintu masuk kuil.
Lihat Wat Arunnya lagi dipugar, sebelah kanan bawah. Sayang waktu itu cuaca panasnya bukan main. |
Sesudah dari Wat Arun, kami balik lagi naik ferry ke dermaga
sebelumnya. Tempat naik turun kapalnya ini jelek ya, jadi susah kalau kaliah
harus bawa stroller atau kursi roda. Disini saya sempat membeli coconut ice
cream dan gorengan di sepanjang jalan, juga oleh-oleh lainnya. Akhirnya kami
kembali lagi ke hotel setelah beberapa jam terperangkap dalam kemacetan jalanan
di Bangkok.
Coconut Ice Cream pertama di Bangkok. Menurut saya sih masih enakkan es krim pingir jalan di Jakarta. |
Malamnya kami keluar lagi mencari makan dengan naik taksi.
Kali ini tujuan kami adalah Soi Polo Fried Chicken, yang menyajikan ayam goreng
khas Thailand. Kami menyewa 2 taksi kesana dan sempat kesusahan mencari
tempatnya karena agak masuk ke dalam gang/jalanan kecil dan supir taksinya gak
tau. Untungnya supir taksi disini cukup mahir berbahasa Inggris dan sudah ada
app Waze, sehingga kita gak sampai kesasar banget.
Di Soi Polo Fried Chicken, tentunya kami memesan ayam goreng
Thailand, ikan goreng serta papaya salad
(Som Tum) dan masakan olahan daging babi lainnya. Ayam gorengnya enak dan
bumbunya benar-benar khas, cocok dimakan bersama nasi hangat. Tempatnya sendiri
agak remang-remang alias gelap, jauh dari kesan elit kalau saya bilang. Tapi
makanan dan harganya emang cocok di lidah dan di kantong. Sepulang dari sana,
kami dianter supir taksi yang gak bisa bahasa Inggris, tapi untungnya kita diturunin
persis di depan hotel dengan charge yang jauh lebih murah dibanding saat kita
kesini. Kita gak langsung masuk kamar hotel, tapi kita muterin stand-stand
baju, aksesoris, oleh-oleh sampai toko obat yang letaknya ada di depan hotel.
Kemudian lanjut ke 7 eleven untuk beli camilan lagi hehehe. Cemilan yang saya
suka dari sini yaitu susu merek meiji aneka rasa dan onigiri isi ikan.
Hari Ketiga (27 Juni
2017)
Pagi-pagi kami sarapan lagi di hotel dan bersiap-siap
sebelum check-out. Setelah menurunkan koper, kami jalan lagi ke Palladium World
Shopping melalui akses khusus dari Berkeley Hotel. Saat itu sekitar jam 9.30
pagi sehingga banyak toko yang belum buka. Saya yang ingin membeli keychain
untuk oleh-oleh, akhirnya datang ke satu toko dan tanya keychain disana berapa
harganya. Karena merasa modelnya kurang bagus, saya langsung meletakan
gantungan kunci itu dan bersiap siap untuk pergi. Eh malah ditegur sama
penjualnya dibilang pagi-pagi gini belilah, udah nanya harga langsung kabur
blablabla. Mama saya yang mau beli sandal pun harus mau gak mau melihat drama bentak-bentakan
antara ibu dan anak pemilik toko sandal itu. Jadi sepertinya ada miskom antara
ibu dan anak itu, sehingga anaknya mulai marah-marah ke ibunya dan hal itu
masih berlanjut setelah kita meninggalkan toko. Karena pengalaman yang kurang
menyenangkan ini akhirnya kita mutusin untuk balik lagi ke hotel.
Proses check-out dari hotelnya di luar dugaan, cepat. Oh iya
tadi-tadi kan sudah disebutin hal positif dari hotel ini apa saja. Sekarang
giliran yang negatifnya. Menurut saya, lift di hotel ini sangat lambat, karena
kita stay di lantai 29 jadi kerasa sekali. Selain itu di hotel ini sistemnya
agak aneh, dimana saat itu sore setelah kita pulang dari Wat Arun dan mau masuk
kamar, kartu aksesnya tidak berfungsi. Ternyata kartunya harus diperpanjang
lagi di resepsionis. Kakak dan adik saya mendapat perlakuan yang kurang baik (disuruh
tunggu cukup lama) karena staf hotel tidak responsive saat ditanyakan perihal
ini. Saat mau naik lift kembali ke atas pun, mereka sempat disuruh pindah lift
berkali-kali dengan alasan lift ini bukan ke lantai itu, padahal sebelumnya
tidak pernah terjadi. Overall pelayanan staff di hotel Berkeley harusnya
ditingkatkan lagi.
Setelah mobil van datang menjemput kami, selanjutnya kami
akan ke Pattaya. Perjalanan dari Bangkok ke Pattaya memakan waktu sekitar 3
jam. Sebelum sampai persis di kota Pattaya-nya, kita main dulu di Sriracha
Tiger Zoo, kebun binatang yang dikenal memiliki populasi harimau dan buaya
paling banyak di dunia. Sebelum masuk ke kebun binatangnya, kita dimampirin dulu
ke restoran chinese food dekat sana. Sebenarnya ada beberapa jenis restaurant,
diantaranya ada yang buffet juga. Tapi entah kenapa kita malah masuk ke sini,
karena yang milih juga kakak saya hehehe. Setelah kita semua duduk, kakak saya
cerita dia ditanya sama pelayan restaurantnya, mau “eyu” (bahasa mandarin) atau
engga. Kakak saya bilang engga mau, terus pas di meja dia nanya ke kita “eyu”
itu apaan karena sepengetahuan dia itu bukan ikan yang biasa. Ternyata “eyu”
itu buaya, jadi di restaurant ini emang menyajikan daging buaya.
Yang paling depan yang lumayan rasanya. |
Setelah menunggu beberapa lama, makanan kami (makan meja)
dikeluarkan satu per satu. Makanannya tampil dengan sederhana dan rasanya juga
standar, benar-benar seperti makanan yang disajikan kalau kita ikut tour. Ada
satu soup yang mirip sayur lodeh tapi isinya daging dan tomat hijau, itu yang
menurut kami rasanya lumayan enak. Yang lainnya seperti tom yum terlalu asam,
sementara sayurnya hampir ga ada rasa. Tahu di meja kami hampir gak tersentuh
sama sekali.
Setelah beberapa lama kami makan, baru deh ada yang ngeh nanyain
itu daging di soup mirip sayur lodeh, daging apaan ya? Karena gak mirip daging
ayam. Baru kecurigaan itu muncul satu per satu, dan banyak yang bilang itu
daging buaya. Akhirnya ada pelayan yang lewat dan ditanyain kakak saya, itu
daging apaan di kuah ini. Buaya ya? Pelayannya ngelirik temennya, lalu sambil
tersenyum bilang chicken, chicken, no crocodile. Kita udah pasrah aja karena
udah ketelen juga, yang pasti tatapan dan senyuman waitress disana menyimpan
sesuatu. Setelah itu, 2 menu terakhir kami dihidangkan juga, telur dadar dan
ayam goreng tepung. Begitu 2 menu ini keluar, napsu makan yang sempat hilang
muncul lagi, meski harus hilang lagi setelah kita lihat bagian dalam daging
ayamnya masih ada darah. Jujur saja makanan disini not recommended, mungkin
rasa dan tampilannya disesuaikan dengan tamu-tamu disana yang kebanyakan warga
china daratan.
Cerita saat masuk ke kebun binatangnya akan disambung di
part selanjutnya 😀😀😀.
hotelnya nyaman sekali ya
BalasHapusElever Media Indonesia