Senin, 03 Juli 2017

Trip to Thailand : Part 1

Hari Pertama (25 Juni 2017)

Kemarin tanggal 25 Juni 2017, saya dan keluarga terbang ke Bangkok (Thailand) untuk libur lebaran tahun 2017. Kami terbang dengan pesawat Garuda Indonesia, yang tiket pesawatnya udah dibeli sekitar bulan Januari lalu. Harga tiket pulang pergi Jakarta – Bangkok sekitar 5,6 juta, karena hari keberangkatan masuk periode blackout, jadi harga tiketnya agak mahal. Tapi syukurlah kita masih bisa dapat tiket seharga segitu, karena saat di pesawat, teman sebangku kita bilang dia beli tiketnya 10 juta PP untuk tanggal keberangkatan yang sama dengan kami (dia pulangnya kapan kita gak tau).


Pesawat kami GA 864 dijadwalkan terbang dari Bandara Soetta Terminal 3 jam 16.25, namun ada delay selama 1 jam sehingga jam tiba kami di Suvarnabhumi Airport menjadi jam 9 malam. 


Begitu sampai dan melewati imigrasi, beberapa dari kami ada yang membeli paket data untuk internetan di Thailand seharga 300 baht (120 ribu/untuk 7 hari). Kiosk-kiosk layanan internet ini mudah ditemukan di dalam bandara. Setelah membeli paket data, kakak saya menghubungi Uncle Saman (entah ejaannya bener atau tidak) yang akan mempick-up kami semua di bandara. 

Suvarnabhumi Airport BKK

Gak lama kemudian dia datang membawa mobil van yang cukup untuk rombongan kami (10 orang) beserta koper-kopernya. Selama di Thailand, kakak saya menyewa van untuk membawa kami jalan-jalan sepanjang hari. Biaya sewanya sendiri saya kurang tau berapa baht per hari, yang pasti ada overtime dan itu dihitungnya per jam. Mobil van ini langsung membawa kami ke The Berkeley Hotel Pratunam.

The Berkeley Hotel Pratunam ini adalah hotel pertama kami di Thailand. Alasan memilih hotel ini adalah karena lokasinya yang strategis di dekat mall dan banyak pedagang kaki lima yang biasanya berjualan hingga larut malam. 

Dekat dengan Palladium Mall
Check-In, harus nunjukkin semua paspor tamu





Begitu sampai di hotel, kami langsung check-in dan menuju ke kamar kami yang bertipe Family Room. Saya bersama mama, kakak dan adik tidur di satu kamar yang luas, dengan ranjang double bed yang jumlahnya ada 2. Kamar mandinya cukup luas, ada bathtub dan shower yang berfungsi baik. Meskipun hotelnya nampak tua, tapi kesan mewahnya masih ada. 



Dengar-dengar, di hotel ini ada lantai/ruangan yang ada hantunya. Syukurlah selama kami menginap disini, belum pernah menemui hal-hal begituan. Sesuai apa yang pernah diajarkan kepada saya dulu, sebaiknya saat masuk kamar hotel ucapkan permisi, flush kloset, nyalakan semua lampu dan jangan meletakkan sandal/sepatu dalam posisi rapi (biarkan berantakan saja maksudnya). Dilihat dari luar saja, hotel Berkeley ini masuk akal kok kalau dibilang ada penunggunya, karena emang terlihat jadul pisan. Tapi untungnya kami bisa tidur nyaman selama stay disini.

Selesai berberes dan mengecek kondisi kamar hotel, kami memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke luar. Di luar hotel masih banyak pedagang yang menjajakan dagangannya  padahal sudah larut malam. Adik kakak ipar saya akhirnya membeli sepasang sandal disana. Setelah itu kita jalan ke 7 eleven yang berada sangat dekat dengan hotel. FYI, 7 eleven di Bangkok jumlahnya sangat banyak, mungkin bisa diibaratkan seperti Indomaret/Alfamart di Indonesia.  Disini gak hanya dijual barang-barang kebutuhan sehari-hari saja, tapi juga ada makanan siap saji. Karena lapar, saya beli beberapa makanan seperti es krim Kit Kat (di Indo belum pernah lihat), Sosis Pork, Sandwich Sosis dan Nasi Babi yang dimasak dengan bumbu Thai. Semuanya dipanasin langsung oleh staf  7 eleven di microwave mereka (kecuali es krim) dan diserahkan ke kita lengkap dengan alat makannya juga. Hati-hati untuk yang non muslim karena makanan di sini kebanyakan menggunakan pork (daging babi) dan tulisan di kemasannya masih pakai aksara Thai, jadi susah kalau gak bisa baca. Buat mastiin, sebaiknya tanya ke staf disana ini pork atau chicken.

Semua udah mateng, tinggal masuk mulut saja

Semua makanannya kita bawa pulang ke hotel untuk dimakan bareng-bareng. Untuk rasa, enak-enak tapi yang paling saya suka itu sandwich-nya. Harganya juga terjangkau. Sayang struknya tertulis aksara Thai semua sehingga saya gak bisa baca sama sekali. Yang saya tahu, harga satu botol air minum merk Nestle 1.5 L yaitu 14 baht (sekitar Rp 5.600). Gak beda jauh dengan di Indonesia.

Hari Kedua (26 Juni 2017)

Pagi-pagi setelah bangun tidur, kami bersiap siap untuk sarapan di hotel. Untuk family room, satu kamar mendapatkan 3 kupon breakfast per hari, yang mana kuponnya diberikan pihak hotel saat kita check-in. Satu hal yang saya suka dari hotel ini, meskipun bintangnya hanya 4, tapi dekorasi hotelnya cukup mewah hingga ke dining roomnya. Menu sarapan di hotel ini banyak variasinya dan rasanya juga enak. Makanan yang mengandung babi/pork biasanya dipisahkan di meja tersendiri dan ada keterangan bahasa Inggrisnya. Juicenya lengkap, ada bubur dan makanan prasmanan khas Chinese. Ruang makannya juga bersih. Intinya untuk sarapan, belum ada complain untuk hotel Berkeley.












Breakfast menggila, ada pork meatball dan roti goreng


Di lorong ini saya ketemu artis Femmy Permatasari
Setelah makan pagi, kami dijemput oleh mobil van dan dibawa ke Grand Palace. Ternyata di pagi hari saja jalanan di Bangkok sudah macet, yang mana menurut saya macetnya disebabkan karena banyaknya lampu merah. Grand Palace merupakan salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi di Thailand. Dulunya tempat ini merupakan tempat tinggal raja, namun sekarang difungsikan untuk tempat upacara kerajaan. Biaya masuknya 500 Baht per orang (200 ribu). Untuk masuk ke dalam, kita akan melewati screening yang berlapis lapis. Intinya saat mau masuk ke dalam, jangan memakai pakaian yang agak terbuka. Beberapa anggota keluarga saya ada yang tertahan saat ingin masuk karena mereka pakai pakaian yang kurang pantas seperti ripped jeans, baju yang bahunya terbuka, sandal hingga rok yang dianggap kependekan. Untung saja mereka udah siapin selendang di tas masing-masing, untuk mengantisipasi hal ini. Akhirnya kami semua berhasil masuk ke dalam.




Di Grand Palace ini, kakak saya, suaminya dan kedua anaknya gak ikut masuk karena mereka sudah pernah kesini. Mereka akhirnya nongkrong di toko eskrim di dekat Grand Palace. Di bagian luar Grand Palace memang banyak toko-toko seperti toko minuman, restaurant, oleh-oleh dan lain sebagainya. Kami berenam akhirnya masuk ke dalam kompleks istana dan foto-foto disana. Untung saja saat itu cuaca sedikit mendung sehingga kami bisa jalan-jalan agak lama di luar, karena biasanya Bangkok terkenal panas sekali. Jumlah turis yang datang ke Grand Palace ini sangat banyak, terutama yang sering saya lihat itu turis China dan Korea. Mau foto-foto aja harus tunggu-tungguan, karena spot yang bagus biasanya banyak orang yang ngantri. Susahnya lagi, biasanya turis China lama kalau ngambil foto (agak egois) dan mereka juga gak terlalu paham bahasa Inggris, sehingga kadang terjadi gesekan disini hehehe.

Tuk Tuk, kendaraan khas kota Bangkok
Untuk orang awam seperti kami, Grand Palace ini ya tempat foto-foto aja. Tapi sebenarnya banyak keterangan di temple/patung, buat yang mau tau sejarahnya bisa baca. Di beberapa tempat kita juga diharuskan melepas alas kaki untuk masuk melihat ke dalam bangunan. Selesai dari Grand Palace, kita keluar dan beli beberapa minuman dan buah-buahan. Kemudian kita diantar supir ke Tha Maharaj, sejenis mall di Bangkok untuk makan siang.

Banyak kedai-kedai beginian di Tha Maharaj



Untuk makan siangnya, kakak saya pilih Savoey Restaurant yang letaknya ada di lantai 2 Tha Maharaj. Makanan yang disediakan disini adalah masakan Thailand. Restaurannya bagus, dekorasinya cukup modern dan pelayanannya juga baik. Disini kami memesan Pineapple Fried Rice, Tom yum, Shrimp Cake, Som Tum dan dsb. Makanannya enak-enak dan porsinya juga lumayan besar. Total kami habis sekitar 2.000an Baht disini.


Selesai makan siang, kami meluncur lagi ke Wat Pho,yang  jaraknya dekat dengan Tha Maharaj. Wat Pho ini dikenal juga dengan Temple of Reclining Buddha dan merupakan top tourist attraction di Bangkok. Tiket masuknya sekitar 100 Baht (40 ribu rupiah) per orang. Lagi-lagi kakak saya dan keluarganya memutuskan untuk tidak masuk dan menunggu di luar kompleks. Di Wat Pho ada tempat sembahyang, jadi buat pemeluk agama Buddha bisa sembahyang juga disini. Di kompleks ini banyak stupa-stupa yang bentuknya cantik-cantik sekali, lagi-lagi cocok buat tempat foto. Main attraction di Wat Pho adalah reclining Buddha atau Buddha yang sedang berbaring. Untuk masuk ke dalamnya, kita harus melepas alas kaki dan disediakan plastic untuk membungkus alas kaki kita dan dibawa sendiri sampai keluar bangunan. Disini untuk mendapat foto yang pas dimana wajah patung Buddha terlihat, kita harus mengantri lagi. Keluar dari bangunan yang ada patung Buddhanya, kita muterin lagi komples Wat Pho yang luas. Oh iya, kita dapat satu botol air mineral gratis yang bisa diambil dengan menukarkan sobekan tiket masuk di counter air mineral.



Wat Pho selesai, tujuan berikutnya adalah Wat Arun. Dari Wat Pho, kami berjalan ke dermaga penyeberangan terdekat untuk naik ferry menyeberangi sungai Chao Phraya dan turun di dekat Wat Arun. Tiket ferrynya seingat saya gak sampai 10 baht per orang. Sesudah turun di dermaga dekat Wat Arun, kita jalan lagi untuk masuk ke kompleks candi. Di kompleks Wat Arun ini ada banyak taman yang cantik-cantik. Kita gak masuk ke dalam Wat Arunnya karena selain sedang dipugar (sepertinya), seharian ini kami sudah cukup banyak melihat temple sehingga gak interested lagi (selain karena factor cuaca yang sudah panas sekali). Tiket masuk ke dalam Wat Arun yaitu 50 Baht per orang (20 ribu rupiah). Meski  hanya memandang dari luar, harus saya akui, temple di Thailand keren-keren sekali, unik dan sangat detail dibuatnya.  Di Wat Arun ini kita juga bisa beli lonceng yang entah ditulis apa, kemudian di gantung di dekat pintu masuk kuil.

Lihat Wat Arunnya lagi dipugar, sebelah kanan bawah. Sayang waktu itu cuaca panasnya bukan main.


Sesudah dari Wat Arun, kami balik lagi naik ferry ke dermaga sebelumnya. Tempat naik turun kapalnya ini jelek ya, jadi susah kalau kaliah harus bawa stroller atau kursi roda. Disini saya sempat membeli coconut ice cream dan gorengan di sepanjang jalan, juga oleh-oleh lainnya. Akhirnya kami kembali lagi ke hotel setelah beberapa jam terperangkap dalam kemacetan jalanan di Bangkok.

Coconut Ice Cream pertama di Bangkok. Menurut saya sih masih enakkan es krim pingir jalan di Jakarta.
Malamnya kami keluar lagi mencari makan dengan naik taksi. Kali ini tujuan kami adalah Soi Polo Fried Chicken, yang menyajikan ayam goreng khas Thailand. Kami menyewa 2 taksi kesana dan sempat kesusahan mencari tempatnya karena agak masuk ke dalam gang/jalanan kecil dan supir taksinya gak tau. Untungnya supir taksi disini cukup mahir berbahasa Inggris dan sudah ada app Waze, sehingga kita gak sampai kesasar banget.

Di Soi Polo Fried Chicken, tentunya kami memesan ayam goreng Thailand, ikan goreng  serta papaya salad (Som Tum) dan masakan olahan daging babi lainnya. Ayam gorengnya enak dan bumbunya benar-benar khas, cocok dimakan bersama nasi hangat. Tempatnya sendiri agak remang-remang alias gelap, jauh dari kesan elit kalau saya bilang. Tapi makanan dan harganya emang cocok di lidah dan di kantong. Sepulang dari sana, kami dianter supir taksi yang gak bisa bahasa Inggris, tapi untungnya kita diturunin persis di depan hotel dengan charge yang jauh lebih murah dibanding saat kita kesini. Kita gak langsung masuk kamar hotel, tapi kita muterin stand-stand baju, aksesoris, oleh-oleh sampai toko obat yang letaknya ada di depan hotel. Kemudian lanjut ke 7 eleven untuk beli camilan lagi hehehe. Cemilan yang saya suka dari sini yaitu susu merek meiji aneka rasa dan onigiri isi ikan.


Hari Ketiga (27 Juni 2017)

Pagi-pagi kami sarapan lagi di hotel dan bersiap-siap sebelum check-out. Setelah menurunkan koper, kami jalan lagi ke Palladium World Shopping melalui akses khusus dari Berkeley Hotel. Saat itu sekitar jam 9.30 pagi sehingga banyak toko yang belum buka. Saya yang ingin membeli keychain untuk oleh-oleh, akhirnya datang ke satu toko dan tanya keychain disana berapa harganya. Karena merasa modelnya kurang bagus, saya langsung meletakan gantungan kunci itu dan bersiap siap untuk pergi. Eh malah ditegur sama penjualnya dibilang pagi-pagi gini belilah, udah nanya harga langsung kabur blablabla. Mama saya yang mau beli sandal pun harus mau gak mau melihat drama bentak-bentakan antara ibu dan anak pemilik toko sandal itu. Jadi sepertinya ada miskom antara ibu dan anak itu, sehingga anaknya mulai marah-marah ke ibunya dan hal itu masih berlanjut setelah kita meninggalkan toko. Karena pengalaman yang kurang menyenangkan ini akhirnya kita mutusin untuk balik lagi ke hotel.

Proses check-out dari hotelnya di luar dugaan, cepat. Oh iya tadi-tadi kan sudah disebutin hal positif dari hotel ini apa saja. Sekarang giliran yang negatifnya. Menurut saya, lift di hotel ini sangat lambat, karena kita stay di lantai 29 jadi kerasa sekali. Selain itu di hotel ini sistemnya agak aneh, dimana saat itu sore setelah kita pulang dari Wat Arun dan mau masuk kamar, kartu aksesnya tidak berfungsi. Ternyata kartunya harus diperpanjang lagi di resepsionis. Kakak dan adik saya mendapat perlakuan yang kurang baik (disuruh tunggu cukup lama) karena staf hotel tidak responsive saat ditanyakan perihal ini. Saat mau naik lift kembali ke atas pun, mereka sempat disuruh pindah lift berkali-kali dengan alasan lift ini bukan ke lantai itu, padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Overall pelayanan staff di hotel Berkeley harusnya ditingkatkan lagi.

Setelah mobil van datang menjemput kami, selanjutnya kami akan ke Pattaya. Perjalanan dari Bangkok ke Pattaya memakan waktu sekitar 3 jam. Sebelum sampai persis di kota Pattaya-nya, kita main dulu di Sriracha Tiger Zoo, kebun binatang yang dikenal memiliki populasi harimau dan buaya paling banyak di dunia. Sebelum masuk ke kebun binatangnya, kita dimampirin dulu ke restoran chinese food dekat sana. Sebenarnya ada beberapa jenis restaurant, diantaranya ada yang buffet juga. Tapi entah kenapa kita malah masuk ke sini, karena yang milih juga kakak saya hehehe. Setelah kita semua duduk, kakak saya cerita dia ditanya sama pelayan restaurantnya, mau “eyu” (bahasa mandarin) atau engga. Kakak saya bilang engga mau, terus pas di meja dia nanya ke kita “eyu” itu apaan karena sepengetahuan dia itu bukan ikan yang biasa. Ternyata “eyu” itu buaya, jadi di restaurant ini emang menyajikan daging buaya.

Yang paling depan yang lumayan rasanya.


Setelah menunggu beberapa lama, makanan kami (makan meja) dikeluarkan satu per satu. Makanannya tampil dengan sederhana dan rasanya juga standar, benar-benar seperti makanan yang disajikan kalau kita ikut tour. Ada satu soup yang mirip sayur lodeh tapi isinya daging dan tomat hijau, itu yang menurut kami rasanya lumayan enak. Yang lainnya seperti tom yum terlalu asam, sementara sayurnya hampir ga ada rasa. Tahu di meja kami hampir gak tersentuh sama sekali.
Setelah beberapa lama kami makan, baru deh ada yang ngeh nanyain itu daging di soup mirip sayur lodeh, daging apaan ya? Karena gak mirip daging ayam. Baru kecurigaan itu muncul satu per satu, dan banyak yang bilang itu daging buaya. Akhirnya ada pelayan yang lewat dan ditanyain kakak saya, itu daging apaan di kuah ini. Buaya ya? Pelayannya ngelirik temennya, lalu sambil tersenyum bilang chicken, chicken, no crocodile. Kita udah pasrah aja karena udah ketelen juga, yang pasti tatapan dan senyuman waitress disana menyimpan sesuatu. Setelah itu, 2 menu terakhir kami dihidangkan juga, telur dadar dan ayam goreng tepung. Begitu 2 menu ini keluar, napsu makan yang sempat hilang muncul lagi, meski harus hilang lagi setelah kita lihat bagian dalam daging ayamnya masih ada darah. Jujur saja makanan disini not recommended, mungkin rasa dan tampilannya disesuaikan dengan tamu-tamu disana yang kebanyakan warga china daratan.

Cerita saat masuk ke kebun binatangnya akan disambung di part selanjutnya 😀😀😀.

1 komentar:

Other Posts